Jumat, 12 Juli 2013

PEMIKIRAN ULAMA SALAF (IBN HANBAL)



A.     Latar Belakang
Kemunculan awal ilmu kalam banyak menimbulkan permasalahan dikalangan masyarakat. Karena berbagai perbedaan pemikiran dan pendapat yang mengakibatkan terlahirnya aliran-aliran pemikiran para ulama termasuk aliran teologi untuk menyelesaikan  permasalahan-permasalahan kalam tsb. Hal ini berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap manusia, baik berupa potensi biologis maupun psikologis yang terus berkembang untuk mendapatkan nilai-nilai kebaikan. Dengan berkembangnya ilmu kalam telah menimbulkan permasalahan, yang pada akhirnya menjadi beberapa aliran, hal ini disebutkan karena perbedaan-perbedaan yang bersal dari para ulama kalam.
           
Dalam hal ini kita akan mengupas lebih dalam tentang  pemikiran-pemikiran yang mereka jalani. Aliran-aliran tersebut masing-masing mempunyai dan memiliki landasan yang dijadikan pedoman mereka dalam berhujjah, baik Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Aliran-aliran tersebut diantaranya adalah aliran salafiyah. Banyak sekali ulama-ulama salaf yang tersebar diseluruh dunia, tetepi dalam materi ini akan membahas dua ulama yaitu
Imam Ahmad bin Hanbali dan Ibn Taimiyah. Diantaranya meliputi biografi, riwayat hidup, dan pemikiran dari dua ulama diatas tersebut, seperti Imam Ahmad bin Hanbali yaitu tentang ayat-ayat mutasyabihat dan kemahklukan  Al-Qur’an sedangkan Ibn Taimiyah tentang sifat-sifat Allah swt dan lainnya.
Namun sebelum membahas lebih jauh lagi tentang pemikiran-pemikiran ulama salaf akan dibahas tentang pengertian salaf itu sendiri.  

B.     Pengertian Salaf
Kata salaf menurut bahasa bermakna terdahulu, sedangkan menurut istilah yaitu orang-orang yang terdahulu yang telah beriman, berilmu, dan dalam keutamaan serta kebaikan. Sedangkan salafiyah sendiri merupakan sikap dan perilaku para ulama yang menteladani sikap dan perilaku para ulama generasi salaf. Salaf juga berarti pula para ulama-ulama shaleh yang hidup pada abad pertama islam. Dalam permasalahan pokok-pokok agama (ushuluddin) serta cabang-cabang agama (furu’ad-din) mereka hanya bersumber pada Al-kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah (Al-Hadits).

Mereka mengimani Allah swt secara mutlak tanpa ada perenungan lebih mendalam (tentang zat-Nya), serta mengimani ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan makna lafdhi (lahirnya) sehingga tidak ada usaha untuk menakwilkannya. Salafiyah lahir pada abad ke 7 karena tercampuri masalah baru. Sebab, pada kenyataannya salafiyah merupakan kelanjutan perjuangan pemikiran imam ahmad bin hambal. Atau dengan kata lain madhab hambalilah yang mendirikan pondasi pertama bagi aliran salafiyah. Segala sesuatu yang telah diterangkan didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah harus diterima, serta tidak boleh menolaknya bahkan mengingkarinya, jika hal itu terjadi maka di anggap telah keluar dari agama.

C.     Riwayat Singkat Imam Ahmad Bin Hanbali
Imam Hanbali nama lengkapnya ialah Al-Imam Abu Abdillah Ahmad Bin Hanbal Hillal Addahili As-Syaibani Al-Maruzi, beliau dilahirkan di Baghdad pada tahun 164H/ 780M dan meninggal pada tahun 241H/ 855M.[1] Ia sering di panggil dengan nama Abi Abdullah karena salah satu dari anaknya ada yang bernama Abdullah. Tetapi beliau lebih dikanal lagi dengan nama Imam Hanbal karena beliau merupakan pendiri madhab Hanbali. Ayahnya bernama Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Idris. Ayahnya meninggal ketika beliau masih belajar, tetapi sebelum ayahnya meninggal beliau telah dibekali pendidikan Al-Qur’an yang saat itu beliau masih berusia 16 tahun, serta ilmu-ilmu agama lainnya di Baghdad. Beliau juga mengunjungi ulama-ulama terkenal di daerah sekitar Arab, seperti Basrah, Syam, Mekkah dan Madinah. Beliau juga terkenal kezuhudannya dan kedermawaannya, beliau juga banyak berkarya di antaranya:


D.     Pemikiran Teori Ibn Hanbal
a)      Tentang Ayat-Ayat Mutsyabihat
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, beliau lebih menggunakan pendekatan lafdzi  (tekstual dari pada ta’wil, dan diutamakan yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah dan ayat-ayat mutasyabihat. Karena pada saat ditanya ketika menafsiri ayat
`»oH÷q§9$# n?tã ĸöyèø9$# 3uqtGó$# ÇÎÈ  

Artinya:
“(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy” (QS.Thaaha:50)

beliau menjawab “Bersemayam diatas arsy terserah pada Allah dan bagaimana saja Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada seorangpun yang sanggup mensifatinya”. Berdasarkan peryataan diatas dapat disimpulkan bahwa beliau bersikap menyarahkan (tafwidh) makna ayat-ayat mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mensucikan-Nya dari keserupaan dengan mahkluk, beliau juga tidak pernah mena’wilkan pengertian lahirnya.

b)      Tentang Status Al-Qur’an
Beliau mengatakan dan menyakini bahwa Al-Qur’an tidak diciptakan melainkan kalammullah ( qadim). Hal tersebut sesuai dengan pemikirannya yang menyerahkan makna ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah swt kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu, beliau tidak sependapat dengan faham mu’tazilah yang menyakini bahwa Al-Qur’an merupakan jadid (mahkluk), yang pada saat itu faham mu’tazilah merupakan faham yang dianut olah pemerintah, yaitu Bani Abbasiyah dibawah kepemimpinan khalifah Al-Ma’mun, Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq dan mengajak seluruh rakyatnya untuk mengikuti pendapat mereka. Tetapi Imam Hanbali tetap bersih kukuh dengan pendiriannya sehingga beliau harus keluar masuk penjara. Seiring berjalannya waktu dan perguliran kepemimpinan sehingga Imam Hanbali memperoleh kebebasan dan dukungan dari khalifah Al-Mutawakil. Pada masa tersebut beliau juga mendapat penghormatan dan kemuliaan.





[1]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar