A. Latar
Belakang
Kemunculan
awal ilmu kalam banyak menimbulkan permasalahan dikalangan masyarakat. Karena
berbagai perbedaan pemikiran dan pendapat yang mengakibatkan terlahirnya
aliran-aliran pemikiran para ulama termasuk aliran teologi untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan
kalam tsb. Hal ini berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap
manusia, baik berupa potensi biologis maupun psikologis yang terus berkembang
untuk mendapatkan nilai-nilai kebaikan. Dengan berkembangnya ilmu kalam telah
menimbulkan permasalahan, yang pada akhirnya menjadi beberapa aliran, hal ini
disebutkan karena perbedaan-perbedaan yang bersal dari para ulama kalam.
Dalam
hal ini kita akan mengupas lebih dalam tentang
pemikiran-pemikiran yang mereka jalani. Aliran-aliran tersebut
masing-masing mempunyai dan memiliki landasan yang dijadikan pedoman mereka
dalam berhujjah, baik Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Aliran-aliran tersebut
diantaranya adalah aliran salafiyah. Banyak sekali ulama-ulama salaf yang
tersebar diseluruh dunia, tetepi dalam materi ini akan membahas dua ulama yaitu
Imam Ahmad bin Hanbali dan Ibn Taimiyah. Diantaranya meliputi biografi, riwayat hidup, dan pemikiran dari dua ulama diatas tersebut, seperti Imam Ahmad bin Hanbali yaitu tentang ayat-ayat mutasyabihat dan kemahklukan Al-Qur’an sedangkan Ibn Taimiyah tentang sifat-sifat Allah swt dan lainnya.
Imam Ahmad bin Hanbali dan Ibn Taimiyah. Diantaranya meliputi biografi, riwayat hidup, dan pemikiran dari dua ulama diatas tersebut, seperti Imam Ahmad bin Hanbali yaitu tentang ayat-ayat mutasyabihat dan kemahklukan Al-Qur’an sedangkan Ibn Taimiyah tentang sifat-sifat Allah swt dan lainnya.
Namun
sebelum membahas lebih jauh lagi tentang pemikiran-pemikiran ulama salaf akan
dibahas tentang pengertian salaf itu sendiri.
B.
Pengertian Salaf
Kata
salaf menurut bahasa bermakna terdahulu, sedangkan menurut istilah yaitu
orang-orang yang terdahulu yang telah beriman, berilmu, dan dalam keutamaan serta
kebaikan. Sedangkan salafiyah sendiri merupakan sikap dan perilaku para ulama
yang menteladani sikap dan perilaku para ulama generasi salaf. Salaf juga
berarti pula para ulama-ulama shaleh yang hidup pada abad pertama islam. Dalam
permasalahan pokok-pokok agama (ushuluddin) serta cabang-cabang agama
(furu’ad-din) mereka hanya bersumber pada Al-kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah
(Al-Hadits).
Mereka
mengimani Allah swt secara mutlak tanpa ada perenungan lebih mendalam (tentang
zat-Nya), serta mengimani ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan makna lafdhi
(lahirnya) sehingga tidak ada usaha untuk menakwilkannya. Salafiyah lahir pada
abad ke 7 karena tercampuri masalah baru. Sebab, pada kenyataannya salafiyah
merupakan kelanjutan perjuangan pemikiran imam ahmad bin hambal. Atau dengan
kata lain madhab hambalilah yang mendirikan pondasi pertama bagi aliran
salafiyah. Segala sesuatu yang telah diterangkan didalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah harus diterima, serta tidak boleh menolaknya bahkan mengingkarinya,
jika hal itu terjadi maka di anggap telah keluar dari agama.
C.
Riwayat Singkat Imam Ahmad Bin Hanbali
Imam Hanbali
nama lengkapnya ialah Al-Imam Abu Abdillah Ahmad Bin Hanbal Hillal Addahili
As-Syaibani Al-Maruzi, beliau dilahirkan di Baghdad pada tahun 164H/ 780M dan
meninggal pada tahun 241H/ 855M.[1] Ia
sering di panggil dengan nama Abi Abdullah karena salah satu dari anaknya ada
yang bernama Abdullah. Tetapi beliau lebih dikanal lagi dengan nama Imam Hanbal
karena beliau merupakan pendiri madhab Hanbali. Ayahnya bernama Muhammad bin
Hanbal bin Hilal bin Idris. Ayahnya meninggal ketika beliau masih belajar,
tetapi sebelum ayahnya meninggal beliau telah dibekali pendidikan Al-Qur’an
yang saat itu beliau masih berusia 16 tahun, serta ilmu-ilmu agama lainnya di
Baghdad. Beliau juga mengunjungi ulama-ulama terkenal di daerah sekitar Arab,
seperti Basrah, Syam, Mekkah dan Madinah. Beliau juga terkenal kezuhudannya dan
kedermawaannya, beliau juga banyak berkarya di antaranya:
D.
Pemikiran Teori Ibn Hanbal
a)
Tentang Ayat-Ayat Mutsyabihat
Dalam
memahami ayat-ayat Al-Qur’an, beliau lebih menggunakan pendekatan lafdzi (tekstual dari pada ta’wil, dan diutamakan
yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah dan ayat-ayat mutasyabihat. Karena pada
saat ditanya ketika menafsiri ayat
`»oH÷q§9$# n?tã ĸöyèø9$# 3uqtGó$# ÇÎÈ
Artinya:
“(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy”
(QS.Thaaha:50)
beliau menjawab “Bersemayam diatas arsy terserah pada Allah dan
bagaimana saja Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada seorangpun yang
sanggup mensifatinya”. Berdasarkan peryataan diatas dapat disimpulkan bahwa
beliau bersikap menyarahkan (tafwidh) makna ayat-ayat mutasyabihat kepada Allah
dan Rasul-Nya dan mensucikan-Nya dari keserupaan dengan mahkluk, beliau juga
tidak pernah mena’wilkan pengertian lahirnya.
b)
Tentang Status
Al-Qur’an
Beliau mengatakan dan menyakini bahwa Al-Qur’an tidak diciptakan
melainkan kalammullah ( qadim). Hal tersebut sesuai dengan pemikirannya yang
menyerahkan makna ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah swt kepada
Allah swt dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu, beliau tidak sependapat dengan faham
mu’tazilah yang menyakini bahwa Al-Qur’an merupakan jadid (mahkluk), yang pada
saat itu faham mu’tazilah merupakan faham yang dianut olah pemerintah, yaitu
Bani Abbasiyah dibawah kepemimpinan khalifah Al-Ma’mun, Al-Mu’tashim dan
Al-Watsiq dan mengajak seluruh rakyatnya untuk mengikuti pendapat mereka.
Tetapi Imam Hanbali tetap bersih kukuh dengan pendiriannya sehingga beliau
harus keluar masuk penjara. Seiring berjalannya waktu dan perguliran
kepemimpinan sehingga Imam Hanbali memperoleh kebebasan dan dukungan dari
khalifah Al-Mutawakil. Pada masa tersebut beliau juga mendapat penghormatan dan
kemuliaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar